Untuk sebagian orang yang mengenalku secara pribadi, mereka tau betapa ambisiusnya diriku ini. Mereka tau apa saja ambisi besar dan kecilku. Sebagian juga menilai betapa ambisiusnya diriku ini dari cara aku merokok yang nggak kalah dari lokomotif kereta uap. Kuakui, aku memang sedikit ambisius ketika aku mengetahui visi-misiku.

Saat ini, aku sedang mempertimbangkan untuk mengejar ambisiku selanjutnya.. sebuah ambisi kecil untuk jangka waktu pendek. Aku ingin menulis. Aku ingin melanjutkan hobiku di bidang menulis. Entah itu menulis blog, artikel, atau cerpen. Tapi yang mengganggu pikiranku adalah.. aku harus mengurus kuliah dan organisasi.

Apa yang terpikir olehku adalah ketika seseorang memiliki ambisi, mau tidak mau dia harus mengorbankan sesuatu yang memang sebanding dengan apa yang dia kejar. Dalam kasusku, aku sedang mempertimbangkan, apakah dengan aku mengorbankan kuliah semester ini akan sebanding dengan ambisiku yang menurut orang bisa dilakukan sambil kuliah. Apa aku akan terlihat bodoh ketika aku mengorbankan kuliahku demi melanjutkan tulisan-tulisanku.

Tapi, setelah kupikir-pikir, ambisi memiliki nilai tersendiri untuk masing-masing orang. Tidak ada ambisi yang bodoh dan tidak ada tindakan bodoh ketika menyangkut ‘mengejar ambisi’. Bagiku, apa yang akan kukorbankan sebanding dengan ambisiku. Hey, kadang kita harus mengambil resiko besar untuk keuntungan yang besar, bukan? Jadi, kenapa ragu?

.

Untuk urusan kuliah, aku sudah tidak ada masalah. Rasanya aku sudah tidak peduli lagi dengan pendidikanku ini karena aku merasa ambisiku lebih besar dari pendidikanku. Aku merasa, dengan mengejar ambisiku yang dianggap bodoh oleh orang-orang kebanyakan ini lebih bisa membuatku bangga daripada aku menjadi sarjana Ekonomi. Toh, strata satu bisa kuambil kapanpun aku mau. Aku tidak perlu mengikuti standard umum dimana kita harus meraih strata satu sebelum usia 24.

Yang menjadi masalah sekarang adalah kegiatan organisasiku. Aku masih memiliki setengah perjalanan lagi untuk menyelesaikan masa jabatanku kali ini. Aku merasa tidak bisa meninggalkan pekerjaanku yang satu ini karena aku mengikuti kegiatan ini dengan sebuah ambisi yang cukup besar juga. Minimal, aku harus menemukan cara untuk bisa menyelesaikan kegiatan ini dengan kualitas maksimal sembari aku mengejar ambisiku yang lain.

Memang, terdengar mudah. Masalahnya, aku adalah ketua tim, dimana apa yang kuurus adalah dokumen-dokumen penting yang akan kuberikan kepada rektorat. Apa yang kuurus adalah mengkoordinasi anak buah supaya mereka bekerja maksimal. Apa yang kuurus adalah rapat-rapat penting yang akan kulaksanakan bersama wakil dekan. Jadi, organisasi ini sama pentingnya dengan ambisiku – dan jelas, aku tidak bisa mengorbankan kegiatan ini untuk ambisiku yang lain.

.

Untuk mengejar ambisiku yang lain, aku harus pergi ke tempat jauh yang terasing. Sebuah tempat yang jauh dari keramaian dan kehidupanku. Di sana, aku ingin melupakan seluruh kewajibanku sejenak untuk merampungkan tulisan-tulisanku. Di sana, aku ingin fokus pada satu ambisiku ini. Kemudian, setelah aku selesai, aku akan kembali ke kehidupan normalku dan menyelesaikan yang lain.

Aku sudah memikirkan sebuah jadwal yang paling mungkin untuk mengejar kedua ambisiku ini dalam waktu bersamaan. Mumpung hari Jumat-Sabtu-Minggu aku tidak ada kuliah, mungkin aku akan pergi setiap akhir pekan, lalu kembali lagi pada Minggu malam atau Senin pagi untuk melanjutkan kehidupan normalku. Dengan begini, aku bisa menyelesaikan dua ambisiku dalam waktu bersamaan.

Kemudian, timbul masalah baru. Kemana aku akan pergi ketika weekend? Aku tidak memiliki rumah di luar Jakarta. Sementara, setiap akhir pekan, aku harus keluar dari Jakarta untuk merampungkan tulisan-tulisanku. Menyewa kamar hotel untuk melakukan ini sama saja dengan membuang-buang uang. Begitu juga dengan menyewa sebuah villa di Puncak atau Bogor. Tinggal di rumah teman juga akan mengganggu ketenangan mereka.

Lalu, kemana aku harus pergi ketika akhir pekan? Pertanyaan ini akan terus menghantuiku sampai aku menemukan tujuan yang logis.

.

Ah, segitu saja curhatanku. Aku hanya ingin mengeluarkan uneg-unegku dalam urutan yang benar. Terima kasih jika kalian berkenan membacanya.

Ciao!

Leave a comment