Jadi aku dengar, katanya di sekolah-sekolah akan diadakan tes keperawanan untuk wanita sebagai penentu kelulusan. Entah itu cuma wacana atau beneran sudah terjadi (semoga saja nggak jadi). Tapi yang jelas, itu hal terbodoh yang pernah kudengar. Dan lebih parahnya lagi, hal ini diterapkan di sekolah-sekolah di mana seharusnya sekolah menjadi tempat yang terkesan ‘pintar’ dalam membuat keputusan atau menerapkan sebuah sistem.

Jujur, aku waktu mendengar wacana itu pertama kali, malah tertawa terbahak-bahak. Kenapa? Karena lucu. Saking bodohnya, sampai bisa menjadi bahan lelucon yang mungkin nggak akan termakan waktu. Lelucon yang akan terus menjadi lucu sampai kapanpun, saking bodohnya.

Bagaimana tidak bodoh? Sekolah kok mengurusi selangkangan orang? Harusnya mereka perbaiki dulu sistem pendidikan supaya nggak ada lagi gagasan bodoh seperti itu. Gara-gara ini pula, aku jadi semakin prihatin dengan pendidikan di Indonesia. Kok bisa-bisanya keperawanan orang menjadi standard kelulusan. Bukannya sibuk mengurusi otak-otak calon pemimpin bangsa, malah sibuk mengurusi selangkangan mereka. Memangnya, mereka nanti akan memimpin sambil mengangkang? Nggak kan?

.

Ada beberapa alasan pula kenapa aku tertawa terbahak-bahak mendengar gagasan bodoh tersebut. Yang pertama, jelas karena itu mengganggu privasi orang. Selangkangan disebut kemaluan karena suatu hal, pastinya. Dan suatu hal itu adalah privasi. Kemaluan adalah privasi setiap orang yang tidak perlu diurus oleh orang lain – bahkan oleh instansi pendidikan sekalipun. Mau dia sudah tidak perawan atau belum, memangnya akan merubah apa? Memangnya moral bangsa terletak di selangkangan?

Yang kedua, hal ini bisa menyebabkan trauma bagi siswi-siswi yang diperiksa kemaluannya. Bagaimana cara mengecek seseorang sudah perawan atau belum selain melihat atau memasukkan jari ke dalam lubang vaginanya? Dengan pertanyaan? Dengan pengakuan? Siapa yang mau mengaku kalau ancamannya adalah kelulusan? Jelas mereka akan melakukan tes fisik. Dan tes fisik yang budgetnya masuk akal adalah dengan menyewa dokter untuk memeriksa mereka. Ini namanya sudah sexual assault.

Yang ketiga, tidak adil bagi siswi-siswi sekolah karena yang bisa dilihat keperawanannya secara kasat mata hanyalah wanita. Ini namanya merendahkan derajat wanita, bukan? Sekalngkangannya diubek-ubek, dilihat-lihat, dan dijadikan alasan untuk nggak meluluskan mereka. Kalau kayak begitu terus, kapan mereka lulusnya? Mau membodohkan kaum wanita? Capek-capek Kartini berjuang, hasilnya adalah pembodohan massal. Ada-ada saja.

.

Maaf kalau bahasaku agak nyeleneh. Soalnya pembahasan ini adalah pembahasan bodoh yang berisi sindiran untuk orang bodoh pula. Nanti kalau aku menggunakan bahasa yang biasa kugunakan, mereka nggak mengerti. Makanya aku downgrade bahasaku menjadi bahasa yang (semoga) sudah selevel dengan kepintaran mereka. Mereka siapa? Mereka yang bodoh yang menghasilkan kebijakan bodoh untuk tujuan bodoh pula. Silakan dipikir sendiri.

Ciao!

Leave a comment